TUGAS
MODEL LATIHAN LABORATORIS
Disusun Guna Memenuhi
Tugas Mata Kuliah
Pengembangan
Sistim Pembelajaran
Dosen Pengampu Mata
Kuliah : Drs. Mudaris Muslim, M.Si
Disusun
Oleh :
DELANY DALI
K3108014
RIAN HERMAWAN K3109069
WISNU ANA
SAPUTRA K3109081
PROGRAM
STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
MODEL PEMBELAJARAN LATIHAN
LABORATORIS
( LABOORATORY TRAINING/ T-GROUP )
1. Pengantar.
Tahun 1947di Bethel, Maine, pelatihan
laboratoris atau sering disebut T-Group muncul sebagai bentuk perhatian
terhadap meningkatnya perubahan individu dan sosial dalam masyarakat modern dan
untuk memperbarui dan meningkatkan metade yang memfasilitasi respon individu
dan untuk mengontrol perubahan yang terjadi.
Perubahan tersebut antara lain
emosi, kepercayaan, norma, kebutuhan, kebiasaan, pola interaksi dan lain-lain.
Perubahan didalam masyarakat menimbulkan permintaan personal/ individu dan
sosial dan untuk menghindari kegagalan individu membutuhkan keintregasian aspek
kognitif dan emosi sejalan dengan aspek personal dan sosial. Kemampuan untuk
hidup dalam keambiguan (ketidak jelasan), perubahan, bekerja sama dan berdaya
cipta sosial adalah kebutuhan dan keefektifan keanggotaan sosial. Apa yang
dibutuhkan adalah sebuah model pembelajaran yang menyediakan rehabilitasi
individu dan rekon struksi sosial.
2. Rumusan masalah.
Rumusan masalah dari kertas kerja
berikut ini adalah sebagai berikut:
1.
Pengenalan model pembelajaran latihan laboratoris; sintakmatik, sistem sosial,
prinsip reaksi, dampak instruksional langsung ataupun penggiring.
2.
Aplikasi model latihan laboratoris.
3.
Analisis kritis terhadap penerapan latihan laboratoris
4.
Kelebihan dan kekurangan model laboratoris.
3. Tujuan.
1.
Mengenal model pembelajaran laboratoris.
2.
Mengaplikasi model latihan laboratoris.
3.
Menganalisis penerapan model latihan laboratoris.
4. Model Latihan Laboratoris.
Model latihan laboratoris ini
normalnya terdiri dari sepuluh sampai dua belas orang, menghabiskan waktu
selama delapan sampai empat puluh jam bersama dalam sebuah pembelajaran
kelompok tatap muka yang didalamnya individu – individu satu sama lain mencari
penyelesaian suatu masalah. Topik pembelajaran berasal dari pengalaman anggota
kelompok dengan kata lain fokus pembicaraan berkisar pada pengalaman, sikap,
kebiasaan, perasaan, persepsi dan reaksi anggota kelompok tersebut selama
bersama. Model ini menghadirkan seorang pelatih/ guru yang berperan sebagai
fasilitator, pengamat dan peserta. Didalam pelaksanaan model pembelajaran ini,
mereka memberi kesempatan kepada peserta untuk mengklarifikasi dan
mengorientasi kembali nilai kehidupan sosial yang telah diwariskan. Mereka
berperan pengembangan komunikasi, menawarkan bantuan kepada anggota kelompok
untuk menemukan cara menggunakan pengalaman mereka untuk belajar. Peserta juga
didorong untuk belajar banyak tentang kebiasaan, mereka sendiri, peserta lain
dan kebiasaan kelompok dari observasi dan analisis pengalaman berkelanjutan
dalam kelompok.
Tujuan pembelajaran laboratoris bisa
dilihat dari tiga dimensi, yaitu:
1.
Content atau isi.
Dimensi
content atau isi terbagi menjadi empat area yaitu:
1.1 Intrapersonal
: Bertujuan untuk mencapai wawasan diri atau untuk meningkatkan
pengetahuan
diri juga mencakup identifikasi
tekanan, manajemen pertikaian,
ketegangan, integrasi emosional dan lain-lain.
1.2 Interpersonal
: adalah dimensi isi yang terfokus pada dinamika hubungan antar anggota
Kelompok. Pengaruh hubungan umpan
balik, resolusi konflik, memberi dan menerima bantuan.
1.3 Dinamika
kelompok : kelompok sebagai media, bagian dari kumpulan individu yang memiliki
kualitas uniknya sendiri. Kualitas
unik mencakup norma/ standar nilai, peran, kekuatan dan struktur sosial dan
pola interaksinya.
1.4 Arahan diri : menekankan pada perubahan dari
kognitif ke perilaku. Ini mengembangkan
diagnosa untuk meningkatkan
kompetensi antar individu dan orgamisasi, akurasi, penafsiran, konswekwensi
perilaku dalam hubungannya dengan yang lain.
2.
Tingkat pembelajaran
Setiap tujuan bisa dicapai pada beberapa tingkatan. Schein
and Bennis ( Joice & Well 1996 ) membedakan tingkatan pembelajaran menjadi tiga:
kesadaran, merubah sikap dan perilaku baru. Individu dapat meningkatkan
kesadaran terhadap perasaan mereka sendiri
dan orang lain; kekomplekan
komunikasi, perbedaan kebutuhan anggota, tujuan dan cara pendekatan masalah,
pengaruh mereka pada orang lain, konsekwensi tindakan atau perilaku
meningkatkan kesadaran yang pada akhrnya menghasilkan perubahan sikap terhadap
diri, orang lain dan kelompok sehingga akan menghasilkan perilaku baru, dalam
bentuk diagnosis mendalam dan kompetewnsi keterampilan sosial. Semangat untuk
meneliti atau melakukan proses inquiry sangat penting dalam keseluruhan proses
pencapaian tujuan dalam model ini ( Udin S. Winataputra 2001 ).
3.
Target utama pembelajaran.
Target utama pembelajaran ini adalah individu dan organisasi
atau masyarakat yang saling berhubungan. Model laboratoris ini lebih menekankan
aspek sosial yang relevan terhadap perilaku target utama pembelajarannya.
Ada tiga elemen dasar model latihan
laboratoris ini, yaitui: ( Udin
S.Winataputra 2001 ).
1.
Situasi yang kurang bertujuan, kurang terpimpin dan kurang tersusun acaranya.
Disini kekaburan menimbulkan
ketegangan dan memungkinkan peserta memberikan respon terhadap keadaan tersebut
yang pada akhirnya dilakukan pengarahan.
2.
Orientasi terhadap peertumbuhan dan perkembangan
3.
Data yang mnejadi bahan analisis adalah pengalaman umpan balik yang diperoleh
pada saat mereka belajar bersama.
4. Sintakmatik.
Model ini tidak memiliki tahapan kegiatan yang ketat.
Tahapan kegiatan yang dikembangkan
bervariasi sesuai dengan rancangan
pertemuan laboratoris sendiri. Biasanya
struktur T-Group merupakan struktur yang
utama. Struktur T-Group ini meliputi dua tahap utama dengan tahapan yang lebih
kecil untuk masing – masing tahap utama, seperti berikut :
I.
Tahap Ketergantungan : Hubungan dengan kekuasaan issue pokok.
1.
Ketergantungan (kebutuhan akan adanya pranata dan pemimpin).
2.
Kontra Ketergantungan (menghindarkan diri dari pimpinan, munculnya dua kelompok
yang bervbeda keinginan).
3.
Pemecahan Masalah (munculnya: keinginan untuk memanfaatkan waktu lebih baik;
penghargaan terhadap pelatih; pengenalan terhadap macam-macam sikap; rasa
percaya dan kerja sama).
II.
Saling Ketergantungan : Peduli terhadap orang lain dan kerja sama dalam
memecahkan masalah umum.
4.
Pemikatan (solidaritas kelompok, perasaan positif)
5.
Pemencaran (kepedulian terhadap perbedaan, dan keterlibatan lebih banyak, serta
rasa takut diserang)
6.
Validasi Kesepakatan (penyiapan untuk mengakhiri kelompok, evaluasi
keterlibatan, sadar akan tanggapan terhadap orang lain).
5. Sistem sosial.
Setelah pengajar membangun situasi yang membingungkan,
pengajar sebagai pelatih menjelaskan bahwa ia tidak akan berfungsi sebagai
pemimpin tapi sebagai anggota kelompok.
Disini, struktur tidaklah nampak, dan kelompok harus bertanggung jawab
untuk mengarahkan pertumbuhannya sendiri. Memang iklim belajar dalam T-Group
ini merupakan situasi yang sangat mendukung dan menciptakan proses belajar yang
bersifat kerjasama, namun masih tetap dalam batas yang dapat ditolerani.
I.
Tahap Ketergantungan: Hubungan
dengan kekuasaan sebagai isu pokok.
1. Ketergantungan
(kebutuhan akan adanya pranata dan pemimpin).
2. Kontra
Ketergantungan (menghindarkan diri dari pimpinan, munculnya dua kelompok yang
berbeda keinginan).
3. Pemecahan
Masalah (Munculnya: keinginan untuk memanfaatkan waktu lebih baik;
penghargaan terhadap pelatih; pengenalan terhadap macam-macam sikap; rasa
percaya dan kerjasama).
II.
Saling Ketergantungan: Peduli
terhadap orang lain dan kerja-sama memecahkan masalah umum.
4. Pemikatan
(solidaritas kelompok, perasaan positif)
5. Pemencaran
(kepedulian terhadap perbedaan, dan keterlibatan lebih banyak, serta rasa
takut diserang)
6. Validasi
Kesepakatan (penyiapan untuk mengakhiri kelompok, evaluasi keterlibatan,
sadar akan tanggapan terhadap orang lain)
|
Tabel 3.14
Tahap
Pengembangan T-Group (Joyce dan Weil, 1986: 284)
6.
Prinsip Reaksi
Pelatih dalam hal ini pengajar memegang berbagai peranan
dalam T-Group ini, yakni sebagai : pengamat yang terlibat, anggota kelompok,
pemberi contoh, dan sebagai mediator atau perantara. Didalam melakukan moderasi
ini kelompok akan sangat tergantung pada model perilaku kelompok yang baik
seperti: terbuka, jujur, terarah, bersemangat belajar yang tinggi, mau dan
mampu memberi dan menerima umpan balik, dan bersifat mendukung.
7. Sistim pendukung.
Sarana pendukung yang diperlukan dan palingutama ialah
pengajar/ pelatih yang berpengalaman dalam model ini. Model ini dapat
dilaksanakan dalam situasi kelembagaan, situasi kelas, dan situasi yang
diintegrasikan dengan kehidupanm sehari-hari.
8. Dampak instruksional dan pengiring.
Model latihan laboratoris ini dapat
diadaptasi dalam bentuk kerangka operasional sebagai berikut:
MODEL LATIHAN LABORATORIS
( Joyce &
Weil, 1986 )
KEGIATAN PENGAJAR
|
LANGKAH POKOK
|
KEGIATAN MAHASISWA
|
|
|
*
Beri stimulus suatu isu *Beri respon
kebutuhan
Dorongan mandiri
|
*
Ajukan pertanyaan *Kenali
adanya
Pemicu Pendapat yang
kontradiksi
Bertolak Belakang
*
Ciptakan situasi
*Diskusikan pemecahan
Pemecahan masalah Kontradiksi tersebut
……………………………………………………………………………………..
*
Ajukan pertanyaan *RasakanPerlunya Pemicuketerlibatan kebersamaan
*
Ciptakan situasi yang
*Tunjukkan
Mengundang kepedulian
kepedulian terhadap orang
*
Minta untuk menilai
*Lakukan
Diri
masing-masing penilaian diri
(Adaptasi, Udin,1994)
9. Aplikasi Model.
Model latihan laboratoris adalah
rancangan yang didisain untuk meningkatkan kemampuan diri, hubhungan
interpersonal. Apliokasi model ini didalamkelas dapat meningkatkan fleksibel
dan kemampuan siswa/ peseerta pembelajaran untuk berubah sesuai dengan tujuan
pembelajaran.
10.
Analisis Kritis.
Tujuan latihan laboratoris adalah
tidak hanya mengembangkan kemampuan
intelaktualnya tetapi perubahan yang lebih terintegrasi dan terkoneksi secara
adaptif terhadap nilai, konsep, perasaan, persepsi, strategi dan keterampilan
Pembelajaran bukan hanya penyebaran informasi dan mendapatkannya kembali; ini adalah masalah hubungan manusia
dimana guru/ pelatih dan siswa/ peserta mengeksplorasi dan mendiagnosis
kebutuhan dan daya tahan terhadap pembelajaran dan perubahan. Sebagai tambahan
pembelajaran dapat memperoleh keterampilan dari paretisipasi proses sosial.
Latihan laboratoris menempatkan
nilai diatas keterbukaan dan keautentikan komunikasi, melalui pelatihan
interpersonal. Model laboratoris ini mereformasi social
11. Kelebihan dan Kelemahan model latihan
laboratoris.
Kelebihan
:
1.
Meningkatkan pemahaman terhadap dinamika kelompok
2.
Meningkatkan pemahaman proses ssial dengan berinteraksi didalam kelompok.
3.
Meningkatkan keterampilan interpersonal.
4.
Meningkatkan kemampuan menerima umpan balik.
Kelemahan:
1.
Membutuhkan waktu pembelajaran yang lebih l;ama.
2.
Membutuhkan guru atau pembimbing yang berpengalaman.
3.
Adanya dominasi individu dalam kelompok.
4.
Sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.
Kesimpulan.
Tujuan pembelajaran laboratoris bisa
dilihat dari tiga dimensi yaitu: intrapersonal, interpersonal, dinamika
kelompok dan arahan diri. Model pembelajaran ini memiliki tiga tingkatan yaitu:
kesadaran merubah sikap dan perilaku baru. Dan model juga menekankan pada
proses pembelajaran bukan hanya pada aspek kognitif peserta. Peran guru/
pelatih bukan sebagai pemimpin melainkan sebagai fasilitator pengamat, dan
peserta.
Daftar Pustaka :
Joice,B
dan Wei,M, 1972. Models of Teaching.New Jersey; Prentice-Hal. Inc.
Winataputra,U.S.2001.
Modewl-model Pembelajaran Inovatif, Jakarta; Direktorat Jenderal Perguruan
Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional.
Lampiran : Aplikasi model latihan laboratoris